FLP, Kekecawaan dalam Ingatan

Dahulu sekali saya pernah daftar FLP. Tepatnya di FLP Cabang dimana kampus saya berada. Itu sekitar 9 tahun silam. Zaman masih berstatus mahasiswa baru. Seperti kebanyakan organisasi mahasiswa yang membuka Open Reckruitmen di momen penerimaan mahasiswa baru. FLP Cabang ini pun demikian. Sekalipun bukan berstatus ormawa, nuansa organisasi kepenulisan ini tak ingin kalah gesit merekrut anggota baru terasa sekali. Pamflet OR FLP Cabang ini pun ditempel dibeberapa Majalah Dinding (Mading) kampus. Khususnya di spot-spot strategis yang ramai lalu-lalang mahasiswa.

Setelah puas lihat berulang kali pamfletnya di Mading, saya pun mendaftar. Usai jam mata kuliah siang, saya diantar teman ke sekretariat FLP langsung, yang jaraknya dari kampus mungkin tak lebih dari setengah kilo meter.

Sampai disekretariat FLP, saya sedikit kaget. Apa tidak salah ini sekretariatnya? Dalam hati saya bergumam. Kok begini ya, ada jualan obat-obatan herbal segala didepannya. Ini sekretariat apa toko obat? begitulah kurang lebih kesan pertama saya saat itu terhadap sekretariat FLP cabang ini. Ditambah lagi ada 2 mbak-mbak yang menjaga tokonya pakai gamis dengan jilbab putih lebar nan panjang. Pikiran saya pun makin komplit ini toko obat dengan 2 mbak-mbak apotekers yang sedang menanti pembelinya...ha ha ha

Singkat cerita, saya pun beranikan nanya dengan kedua mbk yang saya duga sebagai apotekers toko obat ini. Dan rupanya dugaan saya salah...wkwkwk bahwa yang saya duga toko obat ternyata benar sekretariat FLP itu sendiri. Sementara, kedua mbk ini adalah pengurus FLP Cabang yang satu diantara keduanya adalah sang ketua umum. #maafken saya mbk.

Setelah berkenalan dan sedikit ramah tamah tentang aktifitas ke FLP-an Cabang ini, saya dipersilakan mengisi formulir pendaftaran. Sekitar kurang lebih 15 menit berlalu, saya pun pamit untuk kembali ke kampus. Sebelum saya balik, mbk sang ketua umum berpesan; nanti dihubungi panitia ya dek untuk training kepenulisannya. Dengan mantap saya jawab, Oke mbak. Maka jadilah hari-hari saya sebulan setelahnya menanti dihubungi panitia rekrutmen FLP.

Alakulihal, entah apa sebab saya tak kunjung juga dihubungi oleh panitia rekrutmennya hingga beberapa bulan kemudian. Sempat terpikirkan untuk mengkonfirmasi langsung dengan Mbk si ketua umum, tapi niat itu tidak pernah terlaksana. Seiring timbulnya rasa kecewa dan perlahan berimbas mulai berkurangnya keinginan bergabung ke dalam FLP Cabang ini. Karena merasa seperti dibohongi oleh sang mbak. Maka pupuslah harapan saya bergabung dalam forum kepenulisan ditahun pertama saya kuliah.

Sempat juga terpikirkan untuk mencoba daftar kembali ditahun berikutnya. Tapi persoalan pembagian waktu menjadi kendala utama. Perkuliahan yang padat, belum lagi aktifitas beberapa organisasi yang saya ikuti juga membutuhkan investasi waktu dan pikiran tak sedikit. Maka keinginan bergabung pun mampet sebatas niat. Hingga tahun-tahun berikutnya bahkan sampai lulus kuliah tak lagi terpikirkan keinginan bergabung di FLP.

Namun siapa bisa menyangka bahkan saya sendiri tidak pernah menduga. Setelah 9 tahun berlalu, malah baru ditakdirkan bergabung di FLP. Di Jakarta pula. Walau iya sih, belum bisa dibilang sepenuhnya bergabung karena proses karantina yang harus dilalui kedepan masih panjang. Tapi iya setidaknya yang ini sedikit lebih baik, tidak lagi terhenti hanya mengisi formulir dan menanti-nanti dihubungi dari hari ke hari. He he

Komentar

  1. Jodoh memang ga kemana mas iqbal...hehe

    BalasHapus
  2. Maaf baru mampir, sedih nian kisahnya bang. sesedih voucher permen saya yg gak laku, hha. smpe yg punya blog ini gak mampir-mampir dah. semangat nulis, udah masuk FLP akhirnya. Salam Literasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Sebelum meng-Klik "Publikasikan" Komentar anda, silakan terlebih dahulu pilih nama ID anda di menu pilihan "Berikan Komentar sebagai"....