Pesisir Barat di Pusaran Penentuan
Oleh. M. Iqbal Themi*
Tepatnya, pada
bulan oktober 2012 lalu krui telah ditetapkan pemerintah pusat sebagai
kabupaten tersendiri, memisahkan diri dari kabupaten induk lampung barat.
Dengan nama Kabupaten Pesisir Barat (KPB) dan krui pun sebagai ibu kotanya.
Secara kontekstual, Pemekaran KPB haruslah menjadi momentum bagi masyarakat di
daerah ini untuk berbenah melakukan perbaikan. Menjadi daerah lebih maju.
Transisi
pemekaran daerah dari daerah otonomi baru (DOB) menjadi daerah defenitif
mengandung konsekuensi yang sangatlah tidak ringan. Salah urus sedikit bukan
tidak mungkin Pesisir Barat akan menjadi daerah pemekaran yang hidup segan mati
enggan, sebagaimana lazimnya yang pernah terjadi pada daerah hasil pemekaran
lainnya di Indonesia.
Sedikit mengurai histori mengenai Pesisir Barat, yang di era 70an telah dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah berupa cengkeh, damar mata kucing, kopi dan lada. Pelaku bisnis yang terlibat di dalamnya tidak hanya para pebisnis pribumi semata melainkan juga berasal dari Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol dan daerah kawasan eropa lainnya.
Namun, kenyataannya masyarakat Pribumi Krui (sebagaimana Lazimnya Pribumi di daerah lain) hanyalah sebatas penghasil rempah-rempah. Sementara kesejahteraannya tetap saja tertinggal. Sebab utamanya, karena pola pembangunan sentralistik yang di jalankan pemerintan Orba.
Padahal, jika dihitung semua sumber daya alam yang terdapat di bumi Krui sejak dahulu, baik yang ada di darat dan laut merupakan kekayaan melimpah yang potensial memajukan Pesisir Barat. Saat ini saja misalnya, yang secara kasat mata SDA yang sudah dapat dipastikan menjadi income daerah adalah: Perikanan (Laut dan Sungai), Perkebunan (Damar, Kopi, Lada, Sawit, Kelapa, Sayur Mayur dll), Pertanian (Padi, Jagung, Cabe, Kacang).
Sedikit mengurai histori mengenai Pesisir Barat, yang di era 70an telah dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah berupa cengkeh, damar mata kucing, kopi dan lada. Pelaku bisnis yang terlibat di dalamnya tidak hanya para pebisnis pribumi semata melainkan juga berasal dari Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol dan daerah kawasan eropa lainnya.
Namun, kenyataannya masyarakat Pribumi Krui (sebagaimana Lazimnya Pribumi di daerah lain) hanyalah sebatas penghasil rempah-rempah. Sementara kesejahteraannya tetap saja tertinggal. Sebab utamanya, karena pola pembangunan sentralistik yang di jalankan pemerintan Orba.
Padahal, jika dihitung semua sumber daya alam yang terdapat di bumi Krui sejak dahulu, baik yang ada di darat dan laut merupakan kekayaan melimpah yang potensial memajukan Pesisir Barat. Saat ini saja misalnya, yang secara kasat mata SDA yang sudah dapat dipastikan menjadi income daerah adalah: Perikanan (Laut dan Sungai), Perkebunan (Damar, Kopi, Lada, Sawit, Kelapa, Sayur Mayur dll), Pertanian (Padi, Jagung, Cabe, Kacang).
Belum lagi
pemanfaatan kawasan pantai sebagai pusat wisata bahari. Potensi ombak yang
tinggi yang telah menjadi daya tarik sebagian turis manja negara, jika
dilakukan pengembangan lebih baik lagi maka sangat memungkinkan pesisir barat
menjadi pilihan alternative bagi para peselancar luar negeri selain ke Bali
Lalu, diapitnya
laut krui secara langsung oleh dua samudera, yakni hindia dan pasifik juga
sangat potensial menjadi alternative pusat perdangangan laut nusantara.
Mengingat keberadaan pelabuhan tanjung priok semakin tahun semakin overload.
Dilain pihak, optimalisasi Lapangan Terbang Serai menjadi solusi dalam
distribusi barang dan jasa yang dihasilkan oleh Pesisir Barat.
Pesan untuk
Pesisir Barat
Salah satu
misi filosopis dari lahirnya reformasi di Indonesia tak lain agar pola
pembangunan yang dilakukan pemerintah menjadi desentralistik. Outputnya,
terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia dimana
pun berada. Dan otonomi daerah merupakan pola pembangunan desentralistik yang
dimaksudkan tersebut.
Dalam konteks
yuridis, otonomi daerah memberikan ruang yang luas bagi pejabat daerah untuk
melakukan pembangunan daerahnya sendiri. Yang berbasiskan pada kekayaan alam
yang dimiliki daerah yang dikelolanya. Tanpa harus menunggu belas kasihan
“pembangunan” dari pemerintah pusat, sebagaimana yang terjadi di era orde baru yang
sentralistik.
Namun, seiring
waktu ternyata otonomi daerah yang semula diharapkan lebih mengefektifkan
pembangunan, justru melahirkan masalah-masalah baru yang malah semakin membuat
pembangunan daerah tidak efektif. Salan satunya, ialah munculnya bentuk-bentuk
penyimpangan baru ditingkat pemerintah daerah.
Data dari Kemendagri misalnya mencatat sepanjang 2004-2012 telah terdapat lebih dari 270 kepala daerah yang divonis korupsi oleh pengadilan. Hal ini menyatakan bahwa otonomi daerah disisi yang lain justru lebih mempermudah terjadinya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) oleh para penyelenggara pemerintahan daerah.
Data dari Kemendagri misalnya mencatat sepanjang 2004-2012 telah terdapat lebih dari 270 kepala daerah yang divonis korupsi oleh pengadilan. Hal ini menyatakan bahwa otonomi daerah disisi yang lain justru lebih mempermudah terjadinya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) oleh para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sebagai daerah
otonomi baru, sudah barang tentu pesisir barat masih sangat riskan dari
praktek-praktek penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunannya. Mulai dari
proses pengadaan barang dan jasa hingga pemberian pelayanan public pada
masyarakat.
Mengutip pernyataan Siti Zuhro seorang pengamat dari LIPI (Suara Karya, Agustus 2012), bahwa “Sejak 2001 hingga 2012 sistem otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia belum mendapatkan hasil yang baik. Hal tersebut, terbukti dari terdapatnya 177 daerah otonomi yang masih tertinggal.
Mengutip pernyataan Siti Zuhro seorang pengamat dari LIPI (Suara Karya, Agustus 2012), bahwa “Sejak 2001 hingga 2012 sistem otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia belum mendapatkan hasil yang baik. Hal tersebut, terbukti dari terdapatnya 177 daerah otonomi yang masih tertinggal.
Sekaya apa pun SDA yang dimiliki pesisir barat bukanlah jaminan
utama pesisir barat akan maju. Tanpa diiring oleh integritas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam mengelola SDA yang ada. Dan tanpa integritas
masyarakat pesisir barat dalam mengawal pembangunan yang dilaksanakan. Integritas
dari pemerintah dan masyarakat sangatlah utama dalam penentuan seperti apa
pesisir barat kedepan.
Integritas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan
keniscayaan yang mesti dijalankan, dalam kerangka membangun sistem good governance yang mapan. Karena,
tentu tidak ada yang menginginkan jika pesisir barat nantinya hanya seumur
jagung. Stagnasi atau bahkan carut marutnya pembangunan di pesisir barat secara
konstitusional berkonsekuensi digabungkannya kembali pesisir barat ke kabupaten
induk, yakni Lampung Barat. Jika ini yang terjadi kelak, maka hal itu merupakan
duka dalam masyarakat pesisir barat.
Komitmen dalam menerapkan nilai-nilai good governance yang satu diantaranya adalah pelibatan peran aktif
masyarakat, dalam penataan sistem pemerintahan yang mapan sudah semestinya
menjadi pemikiran yang dipahami secara bersama oleh semua SDM birokrat dalam
instusi pemerintah pesisir barat.
Sebab, dari sinilah permulaan sistem pembangunan bidang lain, seperti pelayanan public, pendidikan, kesehatan, perekonomian dapat diselenggarakan dengan efektif dan efesien. Yang bermuara pada kesejahteraan bagi masyarakat pesisir barat.
Sebab, dari sinilah permulaan sistem pembangunan bidang lain, seperti pelayanan public, pendidikan, kesehatan, perekonomian dapat diselenggarakan dengan efektif dan efesien. Yang bermuara pada kesejahteraan bagi masyarakat pesisir barat.
Sementara, dipihak masyarakat sudah seharusnya integritas dibangun
dalam rangka menciptakan tatanan masyarakat yang menjadikan nilai-nilai
humanisme masyarakat (Civil Society) sebagai landasan filosfi hidupnya. Dengan
demikian, bukan saja dapat menghindarkan konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Melainkan juga mengkonsolidasikan aspirasi kolektif masyarakat secara efektif.
Sehingga pengawalan pembangunan di Pesisir Barat benar-benar dapat dilakukan
masyarakat.
Untuk mewujudkan kedua hal tersebut, setidaknya ada tiga hal yang
penulis ingin pesankan pada Pjs. Bupati Pesisir Barat selaku pemangku
kepentingan pemerintahan daerah di Pesisir Barat selama masa transisi ini. Pertama, Penguatan sistem regulasi dalam
melakukan alokasi dan distribusi barang public. Hal ini menjadi penting
diutamakan demi efektifitas pembangunan berkelanjutan.
Kedua, Selektif dalam melakukan prioritas pembangunan. Ditujukan guna menghindari terjadi pemborosan anggaran pada pembangunan dengan skala kebutuhannya yang masih rendah.
Kedua, Selektif dalam melakukan prioritas pembangunan. Ditujukan guna menghindari terjadi pemborosan anggaran pada pembangunan dengan skala kebutuhannya yang masih rendah.
Ketiga, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai kabupaten baru,
penulis berkeyakinan masyarakat pesisir barat sedang dihinggapi oleh euphoria
pemekaran daerah. Ini artinya, apatisme masyarakat dalam berkontribusi
membangun daerah belumlah menjadi momok yang mengancam di Pesisir Barat.
Selaku pejabat daerah, sudah semestinya Pjs. Bupati memanfaatkan kesempatan ini. menjadikan masyarakat bukan semata sebagai objek dari kebijakan yang dibuat. Melainkan juga sebagai subjek dalam pembangunan. Buka ruang seluas-luasnya yang dapat diakses oleh seluruh elemen masyarakat di pesisir barat dalam menyampaikan aspirasi kolektifnya.
Selaku pejabat daerah, sudah semestinya Pjs. Bupati memanfaatkan kesempatan ini. menjadikan masyarakat bukan semata sebagai objek dari kebijakan yang dibuat. Melainkan juga sebagai subjek dalam pembangunan. Buka ruang seluas-luasnya yang dapat diakses oleh seluruh elemen masyarakat di pesisir barat dalam menyampaikan aspirasi kolektifnya.
Dipihak masyarakat penulis juga memesankan tiga hal yang mesti diperhatikan
dalam mengawal pembangunan pesisir barat dari daerah otonomi baru ke daerah
definitive. Pertama, kemajuan
kolektif masyarakat pesisir barat hendaknya jadi Mindset utama yang
dikedepankan. Logika berpikir pragmatisme (ingin menang sendiri) sudah
semestinya ditinggalkan. Sebab, selain tidak akan mengefektifkan pembangunan.
Hal tersebut sangat rentan memunculkan konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Kedua, budaya primordialisme seperti fanatik kesukuan, trah, adat,
golongan, keturuan sudah bukan khas yang menjadi rule dalam kehidupan modern. Dunia telah berubah, paradigma
berpikir masyarakat dunia telah bergeser kian rasional. Maka, Opensif terhadap
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ada baiknya. Hal ini penting guna
menghindari dan mengantisipasi masyarakat pesisir barat yang hanya menjadi
korban “pembangunan”. Sementara, manfaatnya tidak pernah merasakan.
Sikap opensif yang dimaksud bukan semata menunjukan sikap “menerima” perkembangan yang ada secara pemikiran semata. Melainkan juga, pro
aktif dalam mengakses dan mengawal informasi-informasi tadi. Namun, bukan
berarti juga sikap demikian melabrak apa yang menjadi local wisdom masyarakat pesisir barat. Keterampilan dalam melakukan
akulturasi adalah kunci utamanya.
Dan yang Ketiga, mindsite
kamajuan kolektif dan sikap yang opensif akan kian menjadikan kehidupan
masyarakat nampak sempurna, jika dapat dilengkapi dengan semangat bergotong
royong dalam bertindak. Perpaduan, dari cara berpikir, bersikap dan bertindak
masyarakat pesisir barat semacam ini, hemat penulis akan dapat menghantarkan masyarakat
pesisir barat memiliki “pola” kehidupan yang khas. Yakni, pola kehidupan yang
mengandung banyak visi di dalamnya.
Dengan demikian, komitmen menjadi jembatan penghubung kepentingan
pemerintah dan masyarakat di pesisir barat. Sebab, masa kritis bagi sebuah DOB
adalah satu sampai dua tahun pertama. Tepatnya, hingga terselenggaranya
pemilihan kepala daerah defenitif. Saat kepala daerah definitive telah
terpilih, secara peraturan perundang-undangan daerah tersebut telah dikategorikan
daerah mandiri.
Maka, dua tahun diawal pembangunan pesisir barat sudah semestinya
menjadi perhatian semua pihak. Prinsipnya, "dua" tahun diawal menentukan nasib pesisir
barat di tahun-tahun berikutnya. Apakah menjadi daerah yang kian mapan dan maju, atau stagnan bahkan tertinggal? Semuanya, hanya waktu yang akan menjawab. Bagaimana
menurut anda?
*Penulis adalah Mahasiswa Fisip Unsri asal Pesisir Barat, Lampung
*Penulis adalah Mahasiswa Fisip Unsri asal Pesisir Barat, Lampung
Komentar
Posting Komentar
Sebelum meng-Klik "Publikasikan" Komentar anda, silakan terlebih dahulu pilih nama ID anda di menu pilihan "Berikan Komentar sebagai"....