Untukmu Maba'12 (Seri 3), Mulai dari Kompetisi hingga Uang Rakyat
Oleh: M. Iqbal Themi
(Tulisan
ini Penulis dedikasikan buat adik-adik Mahasiswa Baru 2012 di Seantero
Indonesia, Semoga dapat memberi inspirasi dan manfaat)
Sejak
dari awal tentulah kita sudah terlebih dahulu tahu jika ingin menjadi mahasiswa
itu tidak mudah. Mesti ikutan ajang adu kompetisi terlebih dahulu. Dan persaingannya
pun terbilang sulit dan ketat. Betapa tidak, Karena jumlah kuota yang disediakan
oleh setiap kampus sangat tidak sebanding dengan jumlah peminat yang membeludak
ingin merebutnya. Sebagai contoh untuk masuk jurusan favorit di Unsri misalnya
(contoh :
Ekonomi) perbandingan tingkat kompetisinya 1:25. Artinya, jika kita merasa
bangga karena bisa masuk jurusan ekonomi Unsri, ada 24 anak muda Indonesia yang
sebaya dengan kita, punya ambisi dan cita-cita sama seperti kita harus menangis
karena gagal masuk Ekonomi Unsri.
Lalu,
jika kita menjadi mahasiswanya di kampus negeri, ketahuilah bahwa biaya perkuliahan kita
di kampus negeri tersebut sebagian besar disubsidi oleh rakyat Indonesia.
Apalagi jika ditambah kita mendapatkan beasiswa saat kuliah. Maka, semua uang
subsidi kuliah dan beasiswa yang kita peroleh tersebut jangan sangka berasal
dari pemerintah, tapi semuanya berasal dari rakyat Indonesia yang kebanyakan
masih miskin-miskin, melalui pajak yang mereka bayarkan kepada Negara.
Sedangkan, pemerintah kita tidak lebih sebagai pengelola uang rakyat yang
diberi upah oleh rakyat.
Sekarang,
tahukah kita berapa jumlah rakyat Indonesia yang masuk dalam kategori miskin?
Menurut pengakuan BPS tahun 2012, ada 30,03
juta rakyat miskin di Indonesia. Untuk kasus ini jangan juga kita berprasangka
baik dulu kepada pemerintah kita jika 30,03
juta rakyat miskin Indonesia ini misalnya dibebaskan dari pembayaran pajak. Karena
sudah menjadi aturan di republik
ini membayar pajak menjadi kewajiban setiap warga Negara Indonesia tanpa
memandang apakah ia miskin atau kaya. Semuanya mesti bayar termasuk rakyat
miskin tadi.
Nah,
sebagian uang yang berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat Indonesia
kepada Negara termasuk di dalamnya
uang pajak dari rakyat miskin berjumlah 30,03 juta tadi, itulah yang digunakan
untuk memberi subsidi biaya kuliah dan
beasiswa kita. Maka, asumsinya semua uang
subsidi kuliah dan beasiswa yang kita dapat merupakan hutang kita kepada rakyat
Indonesia. Asumsi hutang yang dimaksud disebabkan oleh keharusan yang menjadi amanat
konstitusi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hakikat mencerdaskan kehidupan bangsa itu
memang mahal, butuh biaya yang tidak sedikit. Dan di negara kita rakyatlah yang
diberikan beban untuk menanggun biaya mencerdasakan kehidupan bangsa tersebut.
So,
karena kita kuliah menggunakan uang rakyat Indonesia, wajib bagi kita untuk melakukan balas
budi (bayar Hutang) atas pengorbanan rakyat Indonesia yang telah memberikan uangnya, untuk
kita nikmati dalam mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Caranya?
Sebelum
berpikir bagaimana caranya, sejenak ada sebuah cerita inspiratif yang dapat
menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang mengaku mahasiswa. Cerita ini
diawali dari seorang
mahasiswa yang terpaksa mendorong sepeda motornya karena ban motornya bocor.
Dia pun pergi ke tukang tambal ban untuk menambal ban sepeda motornya tersebut,
namun saat akan membayar ternyata dia tidak membawa uang “maaf pak … saya lupa membawa uang, sebentar saya pulang ke kos dulu
nanti saya kembali lagi kesini”. Begitulah kata si mahasiswa. Selanjutnya, tahukah kita apa jawaban si tukang
tambal ban setelah mendengar si mahasiswa berkata demikian? Si tukang tambal ban hanya berkata “tidak usah nak, tidak usah kamu ganti uang
tambal ini, tapi pesan bapak hanya
satu, bapak titip negeri ini padamu. Bapak tidak punya kesempatan seperti kamu nak.”
Ehmm,.. Sekarang apa yang bisa kita dapatkan dari
cerita di atas? Sebagai mahasiswa adakah hati nurani
kita terketuk saat mengetahui jawaban bapak tukang tambal ban tersebut? Mari
sejenak kita bayangkan sendiri seperti apalah kira-kira ekspresi kita andaikan
kejadian itu kita yang
mengalaminya sendiri, mendengar langsung sang bapak
tukang tambal ban tersebut berbicara spontanitas dengan perkataan yang sarat
makna, di hadapan kita seorang mahasiswa, yang
notabenenya dikenal sebagai kaum intelektual.
Bapak tukang tambal tersebut, bisa
jadi hanya satu dari jutaan rakyat Indonesia yang punya pesan dan harapan yang
sama kepada mahasiswa. Bapak tukang tambal itu bisa jadi juga yang paling
beruntung karena punya kesempatan untuk menyampaikan pesannya secara langsung
kepada seorang mahasiswa yang secara sadar diyakininya jika kelak dari kalangan
inilah (baca: mahasiswa) para pemimpin bangsa di masa depan akan lahir. Nampaknya,
di alam bawah sadar tukang tambal ban tersebut terdapat bisikan, jika ia ingin
sekali dapat melihat dan menikmati bangsanya menjadi maju walau mungkin saat
itu datang usianya tak lagi muda. Tapi setidaknya masih terdapat anak cucunya yang
kelak dapat merasakannya. Itulah sebab tak ada keraguan dalam dirinya untuk
berpesan menitipkan bangsa yang ia cintai kepada seorang mahasiswa.
Nah, sampai di sini tentunya kita sudah mendapatkan
bayangan, bagaimana caranya melakukan balas budi atas pengorbanan rakyat
Indonesia kepada kita. Untuk
melakukannya bukan berarti mesti menunggu kita menyandang gelar sarjana terlebih dahulu, karena
itu kelamaan dan tidak memberikan jaminan jika setelah menjadi sarjana kita
bisa benar-benar mendidikasi diri berkontribusi terhadap masyarakat. Tetapi
kita bisa melakukannya sejak kita masih menjadi mahasiswa, saat ini juga.
Itulah sebab utamanya mahasiswa diberi julukan Creative Minority, Direct of Change, Iron Stock, dan Social Control.
Semua julukan itu dimaksudkan bukan
untuk gagah-gagahan, atau besar diri terbuai oleh pujian yang didapat. Karena
realitanya mahasiswa itu tidak juga segagah julukan atau pujian yang diberikan.
Betapa tidak, jika membaca buku enggak mau, alergi untuk diskusi atau kajian,
antipati sama demo, acuh terhadap
kegiatan kemahasiswaan, tidak peduli sama masyarakat, atau ada yang lebih parah
kuliah dibiarkan berantakan.
Sungguh, sebenarnya kita akan
menjadi orang yang tidak beretika karena tak pandai berterima kasih kepada
rakyat Indonesia,
jika tujuan kita kuliah semata untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri.
Sibuk dengan tugas kuliah demi IPK yang Cumloude, mengejar target cepat lulus,
lalu bisa kerja di perusahaan ternama. Tetapi, ada kawan yang rumahnya kebakaran,
ada bencana alam menimpa salah satu daerah di Indonesia, ada mahasiswa yang
hendak di Drop Out karena tak bisa membayar SPP, ada juga rakyat
yang menjerit kesakitan karena pemerintahan menaikan harga minyak, sama sekali
tidak kita hiraukan. Bukan karena kita tidak tahu, melainkan pura-pura tidak
tahu, alasannya sibuk tugas kuliah dan lain-lain. Kalaupun ikut serta menyumbang
dana atau sejenak membantu itu bukan karena panggilan jiwa dalam diri tetapi
karena ajakan teman yang kesannya memaksa, jadi ikut sertanya dengan berat hati
tanpa ada ketulusan sedikit pun.
Iya, seperti itulah gambarannya jika
tujuan kita kuliah atau menjadi mahasiswa hanya sekadar mencari ilmu. Kita memang bisa
menjadi sosok yang cerdas karena rajin belajar, tapi apa gunanya jika kita
miskin simpati dan empati terhadap sesama. Cukup sudah, negeri ini memiliki
banyak orang pintar dan juga cerdas tetapi korupsi.
Bedahalnya jika yang menjadi tujuan
kita menjadi mahasiswa di kampus untuk melakukan pengembangan diri, kita tidak
hanya akan menjadi pribadi yang cerdas secara akal (intelektual) karena
menguasai ilmu pengetahuan, tetapi kita juga bisa menjadi cerdas secara hati
dan kejiwaan (emosional), menjadi pandai berempati terhadap sesama, selalu saja
ada panggilan jiwa yang kuat untuk membantu dan memberikan kontribusi terhadap
masyarakat. Pembedanya adalah di sini telah ada karakter diri yang terbentuk dengan kokoh dan
matang. Itulah hakikat sejati menjadi seorang mahasiswa. []
.::Penulis
adalah Mahasiswa FISIP Unsri 2008. Sejak awal kuliah telah aktif
terlibat dalam beberapa organisasi kemahasiswaan mulai dari Waki Fisip
Unsri, IRMA Gg Lampung, KEMALA Unsri, KAMMI Komisariat Al-Aqsho Unsri,
Bem Unsri. Aktif juga sebagai Pembicara, Trainer dan Narasumber dalam
berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Saat ini Penulis menerjunkan
diri sebagai Young Businessmen dan Staff Humas Pengurus Daerah KAMMI
Sumatera Selatan.
Komentar
Posting Komentar
Sebelum meng-Klik "Publikasikan" Komentar anda, silakan terlebih dahulu pilih nama ID anda di menu pilihan "Berikan Komentar sebagai"....