Aktivis, Kok Letoi Merekrut?
Oleh: M. Iqbal Themi
(Tulisan
ini Penulis dedikasikan buat para Aktivis Mahasiswa di seantero
Indonesia yang tengah aktif berjuang melakukan regenerasi organisasinya, Semoga dapat memberi inspirasi)
Berakhir
sudah masa orientasi pengenalan pendidikan kampus bagi mahasiswa baru 2012.
Kegiatan yang lebih familiar dengan sebutan OSPEK ini telah jadi hajatan yang
sakral untuk dilaksanakan oleh setiap kampus setiap kali usai menerima
mahasiswa baru. Mulai dari jajaran rektorat, dekatan, jurusan hingga para
senior mahasiswa semua terlihat tidak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam
setiap kali pelaksanaan OSPEK di setiap tahunnya.
Terlebih
bagi mahasiswa berlebel aktivis mahasiswa adanya OSPEK seakan menjadi pil
tambah darah untuk menggemukan organisasi dimana tempat aktivis bernaung.
Betapa tidak, karena kenyataannya memang begitu. Kedatangan Mahasiswa Baru
(MABA) erat kaitannya dengan keberlangsungan suatu organisasi mahasiswa.
Bagi
organisasi mahasiswa yang tak mampu merekrut MABA sesuai kebutuhannya maka
taruhannya sangatlah fatal. Bisa berujung pada matinya organisasi tersebut. Dan
buktinya sudah banyak. Setidaknya untuk di kampus Unsri saat ini sangatlah
gampang untuk sekedar mencari Organisasi Mahasiswa yang hidup segan mati
enggan. Mulai dari Ormawa tingkat Universitas hingga program studi sekalipun.
Inilah fenomena Ormawa kekinian.
Akhir-akhir
ini memang muncul beragam masalah yang menjadi penyebab terhentinya eksistensi
Ormawa yang ada. Masalah ini hampir terjadi di banyak kampus di Indonesia. Padahal
kalau ditanya, semua aktivis mahasiswa pasti akan menjawab paham, artian
penting regenerasi. Mulai dari rekrutmen, pembinaan, penjagaan hingga
pengkaryaan. Namun, faktanya masih saja banyak Ormawa yang memble dalam hal
menjaga eksistensinya.
Bagaimana
mau bisa berbicara cara membina atau mendidik hasil rekrutan yang efektif, jika
saat merekrut tidak ada Maba yang berminat gabung? Atau paling banter yang
bergabung masih bisa dihitung dengan kedua jari tangan. Alih-alih menyiapkan
generasi tangguh yang hendak menggantikan posisi strategis yang bentar lagi
tinggalkan. Yang ada semangat saja telah patah arang ditengah jalan karena
melihat hasil rekrutan yang segelintir orang. Ujung-ujungnya jadilah kita
senior yang galau tak karuan.
Seperti
itulah gejala awal matinya sebuah organisasi kemahasiswaan. Ibarat penyakit
gejala “letoi” ini akan mematikan jika tak segera dilakukan tindakan medis
untuk menolong keselamatannya. Perlu diketahui penyakit semacam ini tidaklah mempan
jika obat yang diberikan hanya pil vitamin. Pengobatan ektrem seperti melakukan
amputasi, pada setiap organ tubuh aktivis yang terkena penyakit “letoi”
merekrut, jika memang dipandang perlu, maka wajib hukumnya untuk dilakukan.
Tentang
penyakit “letoi” yang menimpa para aktivis ini, bagi saya disebabkan oleh
beberapa penyakit juga. Pertama, Penyakit Malas.
Penyakit Malas pun terbagi lagi dalam dua jenis yakni malas tidak mau bergerak
sama sekali dan malas karena tak mau berkreativitas. Malas yang pertama tidak
mau bergerak sama sekali inilah aktivis mahasiswa yang menjadi sampah
organisasi saja. Ia ikut organisasi tapi sama sekali tak mau berkontribusi di
dalamnya. Setiap kali diajak ikut kegiatan selalu saja ada alasan tak mau
terlibat. Kalau pun terlibat biasanya jika ada keuntungan pribadi yang bisa di
dapat. Seperti dapat uang saku, sertifikat dan sebagainya.
Lalu
malas yang kedua karena faktor tak mau berkreativitas. Sudah tahu zaman telah
berubah. Orang yang mengurusi organisasinya saja sudah berbeda 100 % tetapi
masih saja senang dengan konsepan lama yang diwarisakan turun temurun. Aktivis
beginian isi otaknya kadang kala dapat diukur dengan mudah. Iya, paling banter
arsip dan hanya arsip yang jadi andalan. Soal rekrutmen misalnya, sudah tahu
cara lama dengan mengandalkan pamflet, spanduk dan membuka posko tak lagi terlalu
efektif menghasilkan rekrutan yang banyak sesuai kebutuhan, masih saja diteruskan
tanpa inovasi sedikit pun. Seolah rasanya durhaka sekali jika tidak menyamai
cara para sesepuh yang telah mewariskan konsepan itu. Entahlan yang beginian
teorinya dapat dari mana. Saya juga gak tahu.
Padahal,
kita adalah pemegang penuh kepengurusan dan zaman yang ada. Suka suka kita
seharusnya mau ngapain dikepengurusan kita, selama tetap mengarah pada kebaikan
yang lebih baik tak perlu ragu untuk menjalankan. Toh, jika pun ada kesalahan
ditengah jalan barulah minta saran para sesepuh yang ada untuk memberikan
masukan. Namanya juga sesepuh tugasnya pemberi masukan dan saran. Tidak lebih.
Bagi
aktivis yang sudah sepuh sudah seharusnya meninggalkan gelanggang, biarkan saja
anak muda kita yang berkarya. Tak perlulah kita saklak dalam merekomendasikan
masukan dan saran, yang semuanya wajib dilaksanakan. Toh, kita juga bukan Tuhan
yang bisa menjamin kebenaran setiap yang kita katakan. Dan bukankah kita juga
pernah berada dalam kondisi yang sama seperti mereka. Seharusnya kita bisa
pengertian.
Kedua, Aktivis tak beraroma. Ini saya andaikan
pada aktivis yang tak memiliki rasa yang jelas. Asin, asam, manis atau pedas nya tidak terasa dengan jelas. Aktivis beginian memang banyak yang terbilang
rajin dan aktif di kepengurusan. Namun, itu semua tidak lebih karena tuntutan
amanah yang mesti dijalankan. Semua berjalan lancar tapi formalitas yang kering
dari ruh gerakan yang mestinya terbangun.
Tak
beraroma ini berkaitan juga dengan duah hal, dimulai dari rasa cinta aktivis
terhadap organisasinya. Serta pemahaman individu aktivis pada sistem
keorganisasi yang ada. Bagaimana mau menumbuhkan rasa semangat dan impian yang
besar membangun organisasi kalau kecintaan pada organisasi saja sangatlah tipis
jika tak mau dikatakan tidak ada.
Lalu
juga, bagaimana mau menyebarkan ide/gagasan atau pemikiran yang berkaitan dengan
organisasi, jika kita sendiri tidak paham seluk beluk organisasi kita itu apa?.
Mulai dari sejarah, visi, misi, arah gerak, dan sebagainya, semuanya kita tidak
ada yang tahu. Setatus organisasi yang ada tak lebih hanya embelen yang melekat
semata. Sementara hal apa yang kita pahami bisa dibilang kosong. Bagaimana
hal beginian tidak terjadi kalau untuk membaca buku/diskusi saja kita malas
melakukan.
Maka
tak berlebihan saya berani mengatakan penyakit letoi merekrut aktivis kekinian
ini disebabkan karena komplikasi penyakit. Dan hal semacam inilah yang nantinya
akan menggerogoti organ organisasi kita menjadi lemas tak berdaya. Satu
diantaranya ialah, penyakit aktivis muntaber alias mundur tanpa berita.
Sungguh, tidak bisa dipungkuri gejala aktivis muntaber disebabkan juga karena empat faktor ini tak adanya rasa cinta
pada organisasi, kosong pemahaman, malas bergerak dan enggan berkreativitas.
Solusi
dari saya guna enyehatkan kembali penyakit letoi semacam ini, maka lakukan
amputasi adalah satu satunya jalan. Pertama,
bangun rasa cintamu terhadap organisasi yang kamu ikuti, lalu berkomitmen dan
bertekadlah di dalamnya. Kedua, gali
ilmu sedalam-dalamnya, tingkatan kapasitas keorganisasian hingga pantas, buat
diri kita paham tentang organisasi yang kita jalankan sekrang. Rajin membaca
buku dan diskusi alangkah sangat baiknya.
Ketiga, bangun
kreativitas, asah terus bakat imajinasi yang kau miliki sampai dapat
menghadirkan ide baru dan segar yang
dapat dijadikan konsepan gerakan organisasi kita. ada satu cara yang bisa kita
lakukan untuk membangun kreativitas dan imajinasi dalam membuat konsepan,
yakni: berlatihlah terus bagaimana caranya dapat membuat konsepan suatu
program. Lalu visualisasikan (lihat) dengan jelas bahwa konsepan yang telah
kamu buat adalah konsepan yang sempurna. Pola semacam ini dilakukan semata
untuk menghadirkan sikap optimisme, percaya diri dan jiwa pemberani untuk
menawarkan konsepan tersebut forum pengambil kebijakan strategis keorganisasian
(rapat dan sebagainya)
.::Penulis
adalah Mahasiswa FISIP Unsri 2008. Sejak awal kuliah telah aktif
terlibat dalam beberapa organisasi kemahasiswaan mulai dari Waki Fisip
Unsri, IRMA Gg Lampung, KEMALA Unsri, KAMMI Komisariat Al-Aqsho Unsri,
Bem Unsri. Aktif juga sebagai Pembicara, Trainer dan Narasumber dalam
berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Saat ini Penulis menerjunkan
diri sebagai Young Businessmen dan Staff Humas Pengurus Daerah KAMMI
Sumatera Selatan.
Komentar
Posting Komentar
Sebelum meng-Klik "Publikasikan" Komentar anda, silakan terlebih dahulu pilih nama ID anda di menu pilihan "Berikan Komentar sebagai"....